Mataram NTB - Sidang kasus ITE dengan terdakwa pengacara senior I Made Santi Adnya (IMS), berlangsung menarik, Kamis 6 Oktober 2022 di Pengadilan Negeri Mataram.
Dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi pelapor itu, Gede Gunanta (GG) selaku pelapor sekaligus korban, sempat mendoakan terdakwa IMS sehat, sebelum akhirnya "menguliti" kesalahannya di depan sidang.
"Sebelumnya izinkan saya mengucapkan salam dan doa, semoga kita semua yang hadir diberi kesehatan. Majelis hakim, Penuntut Umum, juga terdakwa dan para penasehat hukumnya, " ujar Gunanta.
Sidang kasus ITE dipimpin Ketua Majelis Hakim Muslih Harsono SH MH didampingi Hakim Anggota Hiras Sitanggang SH MM dan Mahyudin Igo SH MH, sementara dua JPU yang hadir Hendro Sayekti SH dan I Nyoman Sandi Yasa SH.
Terdakwa IMS didampingi 11 pengacara dalam sidang, termasuk pengacara gaek NTB H Ummaiyah SH MH, dan H Muhammad Ikhwan SH MH. Lebih dari 20 pengacara lain yang menjadi bagian dari 140 pengacara solidaritas IMS memberi dukungan menghadiri sidang.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Pria kerap di sapa GG yang hadir mengenakan kemeja putih menyampaikan kesaksiannya. Menjawab pertanyaan JPU dan juga sejumlah PH IMS.
Owner Hotel Bidari Mataram ini mengaku sangat dirugikan akibat ulah IMS yang memosting dan diduga hendak menjual Hotel Bidari melalui postingan di akun Facebook IMS.
"Saya merasa sangat dirugikan dengan postingan terdakwa. Dimana dalam unggahan tersebut seolah terdakwa adalah pemilik tunggal Hotel Bidari untuk lelang dan menjual. Padahal objek Hotel Bidari merupakan harta bersama saya dan mantan istri saya, " ujar GG dalam sidang.
Dalam sidang terungkap, pada 20 Februari 2021 terdakwa IMS memposting melalui akun facebooknya foto Hotel Bidari dan beberapa dokumen lelang. Bersamaan, IMS juga membubuhkan narasi tulisan : "Beginilah kondisi Hotel Bidari yang akan segera dilelang, bagi yang berminat hubungi saya".
Menurut GG, di dalam kolom komentar postingan tersebut sudah ada beberapa pihak yang menyambut dan ingin bertemu IMS. Salah satunya berinisial R.
"Ada komentar di postingan itu berujar siap bos, kemudian dijawab oleh terdakwa IMS, oke kita ketemu di tempat yang nyaman untuk nego. Ini seolah terdakwa bertindak sebagai pemilik Hotel Bidari, " tegasnya.
GG mengatakan, postingan IMS adalah hoax dan informasi bohong yang kemudian menimbulkan dampak yang merugikan pihaknya selaku pemilik Hotel Bidari. Terlebih, surat lelang KPKNL Mataram yang diposting IMS sudah kadaluarsa.
Kerugian yang dialami antara lain putusnya kontrak kerjasama dengan beberapa pihak, termasuk terhentinya operasional Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Bidari Tourism College (BTC).
Padahal LPP BTC yang didirikan sebagai bisnis tambahan Hotel Bidari merupakan salah satu solusi menghadapi dampak buruk pasca gempa bumi 2018 dan pandemi Covid 19 sejak awal 2020.
"Kita semua tahu dampak gempa bumi dan pandemi Covid 19 sektor pariwisata terpukul dan pengusaha hotel merugi. Sebagai solusi kami mendirikan LPP BTC dan sudah ada kontrak kerjasama dengan pihak ketiga. Tapi, semua terputus karena postingan terdakwa, " ujar GG.
GG memaparkan, dalam kontrak LPP BTC menargetkan 700 peserta didik dalam setahun, dengan masa kontrak 5 tahun. Biaya masing-masing peserta didik sebesar Rp12, 5 juta.
"Kerugian yang real sebesar Rp70 juta sekian. Tetapi kerugian akibat putusnya kontrak BTC dengan mitra, tinggal dihitung saja, 700 kali Rp12, 5 juta, dikali 5 tahun, " tegas dia.
PH terdakwa IMS, sempat melemparkan pertanyaan-pertanyaan tajam untuk GG. Misalnya mereka menyatakan bahwa Hotel Bidari termasuk objek sita yang bisa dilelang, karena sebagian adalah hak milik mantan istri GG.
Namun hal itu dipatahkan GG. Penuh percaya diri GG menjelaskan bahwa Hotel Bidari masih masuk dalam agunan pinjaman ke perbankan. Ia menyampaikan putusan Pengadilan Tinggi NTB menyatakan objek yang masih dalam hak tanggungan tersebut tidak bisa dilelang.
Baca juga:
Arisan Online Berkedok Investasi
|
Selain itu, GG menegaskan, untuk objek Hotel Bidari sudah ada perjanjian antara dia dan mantan istrinya I Nengah Suciari, sebelum keduanya berpisah. Dalam perjanjian itu, keduanya sepakat untuk mendedikasikan seluruh waktu, tenaga, dan usaha kepada anak-anak mereka, serta tetap menjalin silaturahmi hubungan baik.
"Itu artinya apa?, ini untuk anak-anak kami. Dan perjanjian sebelum bercerai itu pun diketahui pihak keluarga masing-masing, disaksikan aparat Kelurahan dan juga ada anak buah terdakwa, dari PHDI Cakranegara. Terdakwa sebagai pimpinan tertinggi umat (Ketua PHDI NTB) saya rasa juga paham masalah ini, " tegas GG.
Ia juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini hubungan sosial antara pihaknya dengan mantan istri pun baik-baik saja. Meski sudah bercerai, GG tetap memberikan rumah tinggal dan memenuhi kebutuhan hidup mantan istri, beserta anak-anak mereka.
"Saya juga menanggung cicilan kreditnya Rp48 juta perbulan, dan beliau mantan istri saya juga menguasai satu koper mutiara dan perhiasan emas, " katanya.
Dalam sidang pemeriksaan saksi pelapor, GG tampil dengan lugas dan memberikan keterangan-keterangan sesuai fakta dan sangat teliti kronologinya.
Dijumpai usai sidang, GG mengatakan, kesaksiannya diharapkan bisa menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan hukuman yang seadil-adilnya pada terdakwa IMS.
"Dengan fakta-fakta yang kami sampaikan, kami berharap menjadi pertimbangan hakim untuk memutus perkara ini seadil-adilnya, " harapnya.
Sementara itu, koordinator PH IMS, H Umaiyah SH MH mengatakan, pihaknya akan terus memberi dampingan hukum kepada IMS. Ia merasa IMS tidak melakukan pelanggaran hukum dalam kasus ini.
"Kami tetap yakin klien kami tidak bersalah. Apakah memposting sesuatu yang kadaluarsa itu melanggar hukum? Kan tidak. Kemudian dalam perkara pidana ini harus ada pembuktian perbuatan itu ada itikad buruk. Nah apakah klien kami ada itikad buruk? Kan tidak juga, " katanya.(Adb)